Jumat, 04 September 2015

Seruak : Suatu Pembenaran Atau benar-benar Kebenaran?


Judul : Seruak, A psychothriller novel
Penulis : Vinca Callista
Penerbit : Grasindo
Genre : Action - Thriller

Sinopsis

Mau tidak mau, Bonie harus berurusan dengan teman-teman barunya di Desa Angsawengi. Macam-macam pribadi, dari anak yang sangat menyenangkan sampai yang selalu menyebalkan, berinteraksi di rumah yang sama, karena kelompok mahasiswa ini sedang menjalani program Kuliah Kerja Nyata. Di kelompok anak muda ini hadir Arbil Radeagati—seorang aktor muda yang bermaksud melarikan diri dari tekanan keluarganya, penyakit yang menggerogoti jiwanya. Dan ada pula Mada Giorafsan, sahabat masa kecilnya yang mengetahui betapa Bonie tumbuh dari masa lalu yang gelap dan menjijikkan.

Pada awalnya, hubungan di antara kesebelas pribadi ini hanya seputar program kerja di desa serta perkembangan chemistry yang bercabang jadi persahabatan dan permusuhan. Namun, nyatanya Desa Angsawengi terlalu terkonsep. Ada orang-orang yang sengaja menakut-nakuti mereka, sistem kehidupan di sana lama-lama jadi mencekam jiwa Bonie dan kawan-kawan. Tidak ada remaja yang tinggal di sana, malah ada kawanan anjing besar yang sering kali muncul bersama anak kecil berkepala botak, ada pula pria misterius yang selalu mengganggu dengan mesin pemotong rumputnya. Anak-anak ini terus diteror oleh penguakan rahasia yang menggiring mereka ke misteri yang nyatanya melibatkan pribadi Bonie.

Review
   Kesan saya setelah membaca novel ini adalah lama, berat, dan semua numplek jadi satu. Dengan sudut pandang penceritaan yang nyampur antara sudut pandang orang pertama dan sudut pandang orang ketiga serba tahu sukses bikin saya kadang-kadang bingung.

   Sebenarnya, novel ini ingin menggambarkan tentang apa sih?
   Saya sulit menangkap isi dari novel ini, karena banyaknya renungan-renungan yang disampaikan si penulis. Pada mulanya, saya nikmati saja renungan-renungan ini. Saya pahami dan pikirkan baik-baik. Namun, makin ke belakang, renungan-renungan ini semakin banyak dan berputar-putar. Ini membuat saya menjadi jenuh dan langsung skip kalau nemu paragraf panjang yang pada akhirnya membahas mengenai 'hal-hal' yang saya rasa kurang penting dan telah dijabarkan di bab-bab sebelumnya. Yang paling sering itu kayaknya mengenai si toko Firsta Alulla sama satu lagi si Yanto, yang mulanya bikin sebel tapi semakin ke belakang malah bikin kasihan, karena seolah kena tekanan mental dan nggak ada baik-baiknya di mata tokoh-tokoh lain. -______-

   Kemudian, ada hal lain yang bikin saya sering rolleyes juga, pada waktu bagian di Nina dan Jianna yang sering digambarkan suka berpakaian yang mini-mini untuk mengesankan kepraktisan. Lalu dijelaskan pula dalih-dalih pembenaran dengan penampilan mereka, dan menganggap justifikasi dari orang-orang sekitar mereka sebagai sesuatu yang kurang penting. Istiliah lainnya sih cuek gitu. Saya mah, cuek-cuek aja kalau situ mau pake pakaian mini atau malah telanjang. Tapi, mbok ya dipikirkan kita ini hidup di lingkungan mana. Kalau tinggal di lingkungan orang yang biasa telanjang, kita pake pakaian tertutup yang jelaslah dipandang sebelah mata, begitu juga sebaliknya. Saya anggap, dalih mereka hanyalah sebagai pembenaran. Yang bikin heran, dikata pakaian tertutup itu merepotkan, ya? Saya biasa pakai pakaian panjang biasa aja tuh, malah gak ngerasa repot. Si Jianna ama Nina kurang biasa aja pake pakaian panjang tuh, makanya ngejek-ngejek satu temannya lagi yang biasa pakai pakaian panjang. :))

   Terlepas dari narasinya yang kadang berbelit-belit dan memusingkan, sebenarnya ini bisa menjadi naskah yang bagus, bila ada pemotongan cerita di sana-sini. Kemudian, yang agak mengganggu saja juga unsur psyco-nya. Itu seriusan? Kok, rasa-rasanya adegan bunuh-bunuhan itu kurang sreg aja. Motif si J ama F ini juga rasanya kurang kuat. Hem...., 2 bintang untuk buku ini.


:( :(
   




Tidak ada komentar:

Posting Komentar